Kamis, 14 Agustus 2008

Pendididkan Dasar Gratis

Pendidikan Dasar Gratis
Oleh Drs. Sukadi guru SMP Negeri 12 Semarang
Suara Merdeka tanggal 28 Januari 2008
Halaman 6

Alinea pertama pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Selanjutnya pada alenia keempat ditegaskan juga soal upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal itu pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Warga Negara mempunyai hak dan kesempatan sama memperoleh pendidikan, sebagai mana bunyi Pasal 31 UUD 1945: Tiap warganegara berhak mendapat pengajaran. Pasal tersebut diamandemen dalam bentuk perubahan keempat Agustus 2002. Isi pasal 31 ayat 4 diubah menjadi “ Negara memprioritas anggaran pendidikan sekurang – kurangnya 20 % dari anggaran pendapat dan belanja Negara (APBN) serta anggaran pendapat dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan pendidikan nasional. Hal itu diperinci kembali dalam Undang – Undang (UU 20/2003 tentang Siatem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pada hakikatnya persoalan pendidikan tidak sekedar bagaimana setiapwarga mendapatkan kesempatan belajar atau mengikuti jenjang pendidikan. Ada beberapa aspek yang perlu ditinjau terutama menyangkut biaya, saran dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) baik guru maupun stakeholder, termasuk kesejahteraan guru. Persoalannya adalah bagaimana sekolah menjadikan peserta didik menjadi mandiri. Adanya kemandirian mempertebal rasa percaya diri dan kesiapan untuk berkompetesi melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja, baik dipemerintahan (PNS) maupun swasta. Dengan demikian, pada akhirnya dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah inventasi yang tak ternilai harganya. Untuk menuju ke arah itu, tentunya pemerintah harus mempersiapkan sebuah perencanaan pendidikan dasar yang mampu menjawab dan mengkomodasi hak warga untuk memperoleh pendidikan.Seharusnya kesempatan memperoleh pendidikan tidak menjadi hambatan, apalagi menjadi beban berat bagi masyarakat yang tidak mampu, yang pada saatnya nanti akan berkompetensi dalam memasuki dunia kerja. Bagaimana mewujudkan pendidikan gratis? Kenyataannya masyarakat masih banyak yang tergolong miskin dan berpenghasilan rendah. Kondisi penghasilan yang minim itu membuat mereka sulit menabun, dan pada akhirnya dana untuk pendidikan pun terbatas.

Beberapa Alternatif
Pengelola pendidikan sebaiknya merencanakan beberapa alternatif untuk memecahkan permasalahan demi terwujudnya kebutuhan pendidikan secara realistis, jelas, dan perinci. Adapun tujuan yang ditetapkan adalah akan perlunya bank data, mulai usia, jumlah sekolah, guru, daya tampung sekolah, serta rasio jumlah guru dan murid, termasuk dunia kerja. Bagaimana potret pendidikan kita? Harapan seperti apakah nasional ke depan? Apakah pergantian presiden yang biasanya diikuti pergantian menteri, juga akan mengganti kebijakan? Apakah sudah menjadi lumrah bongkar pasang kurikulum yang sangat mengakibatkan peserta didik menjadi objek pendidikan.
Belum lagi pembelajaran dan sistem pengajaran, juga menambah repotnya guru. Banyak keluhan dari orang tua murid (masyarakat) setiap ganti tahun pelajaran harus menyediakan dana tertentu untuk membeli buku – buku pelajaran, sebab buku dari kakak kelas tidak dapat dipakai lagi. Pemerintah baru memberi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) buku untuk mata pelajaran yang berhubungan dengan ujian nasional (UN); dan itu pun belum semua sisiwa dipinjami. Peminjaman buku dari sekolah (buku paket) sudah banyak yang ketinggalan (uzur) dan perlu diperbaiki, baik dari segi isi, maupun materinya. Bantuan BOS belum bisa memenuhi kebutruhan operasional sekolah. Adapun campur tangan penerbit dalam pengadaan buku pelajaran, turut mewarnai potret pendidikan nasional kita. Depdiknas, baik di tingkat pusat maupun daerah seharusnya mempunyai kewenangan dan ketegasan menjaga mutu pendidikan dari tingkat dasar maupun menengah.
Bisakah pendidikan itu gratis? Jawabannya bisa, asal ada sinergi antara legislatif dan birokrat untuk mencarikan solusi antara lain menyangkut kepastian tanggal cairnya bantuan, untuk operasional antara lain membayar listrik, PDAM, telepon, pemeriharaan bangunan, sarana prasarana lain, kesejahteraan guru, peningkatan SDM, pengadaan barangdan lain – lain. Kita tunggu saja iktikad baik dan mulia dari para pengambil kebijaksanaan terutama yang menangani bidang pendidikan.

Tidak ada komentar: